Temukan berbagai fakta menarik tentang mengapa Banyuwangi disebut sebagai Kota Seribu Legenda dan jelajahi kekayaan cerita serta budaya yang dimilikinya.
Banyuwangi, sebuah kabupaten di ujung timur Pulau Jawa, memiliki julukan yang menarik yaitu “Kota Seribu Legenda.”
Julukan ini mencerminkan kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki Banyuwangi, penuh dengan cerita rakyat dan mitos yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Artikel ini akan mengungkap 7 fakta menarik yang menjelaskan mengapa Banyuwangi mendapatkan julukan tersebut.
Dari legenda mistis hingga kisah heroik, temukan pesona yang membuat Banyuwangi begitu istimewa.
1. Keberagaman Geografis Banyuwangi
Banyuwangi, dikenal sebagai kabupaten terluas di Provinsi Jawa Timur, memiliki luas wilayah yang mencapai 5.782,50 kilometer persegi, melebihi luas Pulau Bali yang hanya 5.636,66 kilometer persegi.
Dengan luas yang signifikan, Banyuwangi menyajikan keanekaragaman geografis yang mencakup hutan, sawah, perkebunan, dan permukiman.
Dari total luasnya, hutan mencakup 183.396,34 hektare atau 31,72% dari wilayahnya, menunjukkan betapa besarnya konservasi alam di daerah ini.
Kawasan persawahan mencapai 66.152 hektare atau 11,44%, perkebunan sebesar 82.143,63 hektare atau 14,21%, dan area permukiman yang meliputi 127.454,22 hektare atau 22,04%.
Kabupaten ini juga memiliki garis pantai yang panjang mencapai 175,8 kilometer dan terdiri dari 10 pulau, berbatasan langsung dengan Situbondo di utara, Selat Bali di timur, Samudera Indonesia di selatan, serta Jember dan Bondowoso di barat.
2. Riwayat Kerajaan Blambangan
Sejarah Banyuwangi tidak terlepas dari eksistensi Kerajaan Blambangan yang berdiri pada akhir era Majapahit.
Kerajaan ini merupakan kerajaan Hindu terakhir yang signifikan di pulau Jawa, yang menjadi vasal dan tempat pelarian keluarga kerajaan Majapahit saat terjadi konflik internal.
Kerajaan Blambangan mencatat dimulainya era baru di wilayah ini, diawali dengan kedatangan rombongan pelarian yang dipimpin oleh Miruda, dan berakhir di pembentukan sebuah pertapaan bernama Watuputih di Hutan Blambangan.
Dari doa dan meditasi yang dilakukan di sana, lahir keturunan yang kemudian akan memimpin, seperti Bima Koncar yang kemudian meneguhkan posisinya sebagai Raja Blambangan di abad ke-16.
3. Perang Puputan Bayu: Titik Balik Sejarah Banyuwangi
Tanggal 18 Desember 1771 merupakan momen penting dalam sejarah Banyuwangi, ditetapkan sebagai hari jadi kabupaten ini karena hubungannya dengan Perang Puputan Bayu.
“Puputan” dalam bahasa setempat berarti perang habis-habisan, yang menggambarkan betapa sengitnya perang tersebut.
Latar belakang konflik ini bermula saat Pakubuwono II, pada masa itu, menyerahkan wilayah Blambangan kepada VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie atau Perusahaan Hindia Timur Belanda) sebagai bagian dari perjanjian politik.
Awalnya, VOC tidak memberi perhatian khusus pada Blambangan hingga Inggris, rival Belanda, mulai menjalin kerjasama dengan Blambangan dan mendirikan sebuah kantor dagang di Banyuwangi.
Situasi ini memicu VOC untuk segera mengamankan wilayah tersebut dari pengaruh Inggris. Kedatangan pasukan VOC ke Banyuwangi disambut dengan perlawanan keras dari masyarakat Blambangan.
Konflik ini berlangsung selama lima tahun (1767-1772), yang mencerminkan ketahanan dan semangat juang masyarakat setempat terhadap penjajahan.
Keberanian dalam Perang Puputan Bayu tersebut akhirnya membuahkan hasil dengan dibentuknya daerah yang kini dikenal sebagai Banyuwangi.
4. Kekayaan Destinasi Wisata di Banyuwangi
Banyuwangi menawarkan beragam pilihan tempat wisata yang dapat memenuhi selera berbagai jenis wisatawan.
Dari pantai yang menawan seperti Pantai Cacalan dan Grand Watudodol, hingga keajaiban bawah laut di Bangsring Under Water dan Mutiara Pulau Tabuhan.
Bagi yang tertarik dengan wisata hutan, ada De Djawatan yang sering disebut sebagai hutan Lord of the Rings versi Indonesia karena pohon-pohon raksasanya.
Gandrung Terakota dan Kawah Ijen menawarkan pengalaman budaya dan alam, sementara Green Gumuk Candi dan Gunung Ranti cocok untuk pendaki yang mencari tantangan.
Selain itu, destinasi seperti Air Terjun Jagir, Akbar Zoo, dan Taman Satwa Mirah Fantasia menyediakan kesempatan rekreasi keluarga yang menyenangkan. Kalisawah Adventure menawarkan pengalaman petualangan outdoor yang menantang.
5. Julukan-Julukan Menarik dari Banyuwangi
Banyuwangi, dengan posisinya yang strategis di ujung timur Pulau Jawa, telah mendapatkan beberapa julukan yang mencerminkan keunikan dan kekayaan sejarah serta budayanya.
Julukan “The Sunrise of Java” menegaskan posisi geografisnya sebagai tempat pertama di Jawa yang menyambut fajar.
“Bumi Blambangan” mengingatkan pada masa keemasan Kerajaan Blambangan, sebuah kerajaan Hindu yang pernah berkuasa di wilayah ini. “Kota Osing” merujuk pada Suku Osing, penduduk asli Banyuwangi yang memiliki budaya dan bahasa yang unik.
Selain itu, “Kota Festival” menjadi identitas baru pasca suksesnya penyelenggaraan Banyuwangi Ethno Carnival yang dimulai tahun 2011, menandai Banyuwangi sebagai pusat kegiatan budaya dan festival.
6. Taman Nasional Alas Purwo
Salah satu mahkota alam Banyuwangi adalah Taman Nasional Alas Purwo, terletak di dua kecamatan, Tegaldlimo dan Purwoharjo.
Taman Nasional ini merupakan salah satu area konservasi tertua di Indonesia, terkenal dengan keanekaragaman hayatinya yang melimpah, termasuk berbagai spesies flora dan fauna yang dilindungi.
Alas Purwo, yang berarti ‘hutan pertama’ dalam Bahasa Jawa, sering dianggap sebagai tempat suci dan menawarkan pengalaman spiritual bagi banyak pengunjung.
Lokasi ini juga dikenal dengan spot-spot wisata alam yang menarik, menjadikannya destinasi yang ideal untuk pecinta alam dan petualangan.
7. Legenda Sri Tanjung: Asal-usul Nama Banyuwangi
Banyuwangi tidak hanya kaya akan sejarah politik dan peperangan, tetapi juga legenda yang mendalam, salah satunya adalah legenda Sri Tanjung. Kisah ini bercerita tentang Sri Tanjung, seorang wanita cantik yang menjadi istri dari Patih Sidopekso.
Keindahan dan kesetiaan Sri Tanjung menarik perhatian Prabu Sulahkromo, raja yang memerintah saat itu.
Tertarik untuk memiliki Sri Tanjung, Prabu Sulahkromo mencoba segala cara untuk memisahkan dia dari suaminya, termasuk dengan mengirim Patih Sidopekso dalam misi yang mustahil.
Selama ketiadaan suaminya, Prabu Sulahkromo berusaha merayu Sri Tanjung, namun gagal karena Sri Tanjung tetap setia menantikan kepulangan suaminya.
Kekecewaan raja berujung pada fitnah jahat, di mana dia mengklaim bahwa Sri Tanjung telah menggoda dan merayunya.
Patih Sidopekso yang percaya pada fitnah tersebut, tanpa memberi kesempatan bagi Sri Tanjung untuk membela diri, membunuhnya dan membuang jasadnya ke sungai.
Saat jasad Sri Tanjung dibuang, air sungai yang tadinya keruh berubah menjadi jernih dan mengeluarkan aroma harum, menandakan kesetiaan dan kepolosan Sri Tanjung.
Menyadari kesalahannya, Patih Sidopekso terdorong oleh penyesalan, mengulang-ulang kata “banyu wangi” yang berarti air wangi.
Dari situ, nama Banyuwangi lahir, yang menggambarkan transformasi dari kesalahpahaman menjadi kebenaran dan kesucian.
Kisah ini tidak hanya menceritakan tentang kesetiaan dan pengorbanan tetapi juga menjadi simbol penting bagi identitas dan warisan budaya Banyuwangi.
Banyuwangi sebagai Kota Seribu Legenda menawarkan kekayaan budaya dan sejarah yang tak ternilai. Dengan mengetahui 7 fakta menarik ini, Anda bisa lebih memahami dan menghargai keunikan serta pesona yang dimiliki oleh Banyuwangi.
Semoga artikel ini memberikan wawasan baru dan menginspirasi Anda untuk mengeksplorasi lebih dalam tentang cerita dan budaya Banyuwangi. Selamat menjelajahi dan menikmati keindahan serta legenda-legenda yang hidup di Banyuwangi!